Iklan Hukum

Rumah Hukum

Sejarah, Budaya dan Makna Hari Raya Idul Fitri

masrofiq.com
02/05/22


Hari raya Idul Fitri adalah suatu perayaan yang dilakukan umat Islam atas kemenangannya dalam melakukan ritual besar selama satu bulan penuh, yaitu puasa dibulan ramadhan dengan seluruh rangkaian ibadah dan amal kebajikan lainnya, baik dalam menahan diri dari makan dan minum, menahan hawa nafsu serta menjauhi dari berbagai kegiatan yang bisa mencederai pahala puasa.

Sejarah Awal Mula Hari Raya Idul Fitri
Dalam sejarah perjalanan Rasulullah SAW dan umat Islam pertama kali menggelar perayaan hari raya Idul Fitri tidak bisa lepas dari dua peristiwa besar yaitu peristiwa perang badar dan perayaan masyarakat jahiliyah.

Awal mula dilaksanakan hari raya Idul Fitri yaitu pada tahun ke-2 Hijriah (624) yang bertepatan dengan kemenangan kaum muslimin dalam perang badar. Dimana perang yang terjadi pada bulan Ramadhan itu dimenangkan umat muslim dengan jumlah pasukan yang jauh lebih sedikit dibanding kaum kafir. Kemenangan itu menjadi sejarah besar bahwa dibalik perayaan Idul Fitri ada histeria dan perjuangan para sahabat untuk meraih kemenangan dan menjayakan Islam. Secara tidak langsung umat islam merayakan dua kemenangan, yaitu kemenangan atas dirinya yang telah berhasil berpuasa selama satu bulan dan kemenangan dalam perang badar.

Asal-usul disyariatkannya hari raya ini tidak lepas dari tradisi orang jahiliyah sebelum Islam datang. Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa ketika Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah, beliau menemukan kaum Arab jahiliyah mempunyai dua hari raya yang dirayakan dengan sangat meriah, yakni kebiasaan khusus untuk bermain dan menghibur diri dalam dua hari, yang kemudian dua hari itu oleh Rasulullah SAW diganti menjadi hari yang lebih baik dan perayaan yang lebih baik pula, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.

Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari dalam kitabnya Risalah fil Aqaid menjelaskan bahwa dua hari yang setiap tahunnya digunakan untuk pesta pora oleh kaum jahiliyah itu disebut dengan hari Nairuz dan Marjaan. Dalam setiap tahunnya, dua hari ini digunakan untuk pesta pora dan di isi dengan mabuk-mabukan dan menari. Dikatakan pula bahwa Nairuz dan Marjaan merupakan hari raya orang Persia kuno. Setelah turunnya kewajiban puasa Ramadhan, Rasulullah SAW mengganti Nairuz dan Marjaan dengan hari Idul Fitri dan Idul Adha. Tujuannya, agar umat Islam mempunyai tradisi yang lebih baik dan sejalan dengan apa yang disyariatkan oleh Allah SWT.

Makna dan Esensi Hari Raya Idul Fitri
Hari raya Idul Fitri tidak hanya sebuah momentum atas kemenangannya menahan diri dari makan dan minum saat puasa dibulan Ramadhan, serta bukan sekadar tentang pakaian baru dan sesuatu yang serba baru, meski pada dasarnya dianjurkan. Namun pada hakikatnya esensi dan makna dari hari raya yang sesungguhnya adalah ampunan dari Allah SWT serta meningkatnya keimanan dan ketakwaan setiap hamba.

Syekh Sulaiman bin Muhammad bin Umar al-Bujairomi dalam kitabnya Hasiyah al-Bujairami alal Khatib menjelaskan bahwa Allah SWT telah menjadikan tiga hari raya di dunia untuk orang-orang yang beriman, yaitu hari raya jum’at, hari raya Fitri, dan Idul Adha. Semua itu, setelah sempurnanya ibadah dan ketaatannya. Dan Idul Fitri bukanlah bagi orang yang menggunakan pakaian baru, tetapi bagi orang yang ketaatannya bertambah. Idul Fitri bukanlah bagi orang yang berpenampilan dengan pakian dan kendaraan. Namun Idul Fitri hanyalah bagi orang yang dosa-dosanya diampuni.

Makna dari Idul Fitri adalah kembali suci yang berarti kembalinya manusia kepada keadaan suci atau keterbebasan dari segala dosa dan noda, sehingga berada dalam kesucian (fitrah). Dalam konteks ini dapat diartikan kembali kepada asal kejadiannya yang suci sebagaimana bayi yang baru dilahirkan dari kandungan Ibunya, serta kembali suci karena diampuni segala dosa-dosanya.

Prof. Quraish Shihab menjelaskan bahwa bentuk kembali kepada keadaan suci adalah usaha untuk berbuat baik, benar dan indah. Karena dalam mencari yang indah itu melahirkan seni, mencari yang baik menimbulkan etika dan mencari yang benar akan melahirkan ilmu.

Dengan pandangan tersebut, kita akan menutup mata terhadap segala kesalahan, kejelekan, dan keburukan. Kalaupun semua itu terlihat, tentu akan selalu mencari nilai-nilai positif dalam sikap negatif tersebut. Dan kalaupun itu tidak ditemukannya, kita akan memberinya maaf bahkan berbuat baik kepada yang melakukan kesalahan.

Budaya Hari Raya Idul Fitri
Momentum Idul Fitri pada hakikatnya adalah sikap untuk saling maaf-memaafkan dan ajang untuk bersilaturahim. Karena setiap individu yang mempunyai salah dan dosa selayaknya untuk meminta maaf kepada orang yang pernah disakiti dengan hati dan dada yang lapang. Begitu pula dengan orang yang dimintai maaf agar secara lapang dada pula memberikan maaf, sehingga tradisi maaf-memaafkan menjadi perwujudan Idul Fitri itu sendiri, yaitu kembali pada jiwa yang suci tanpa noda bekas luka di hati.

Selain itu, wujud perayaan Idul Fitri yang masih melekat dan kita budayakan adalah tradisi silaturahim, dimana saling berkunjung untuk mendoakan dan saling maaf-memaafkan. Sebagaimana dalam sejarah perjalanan Rasulullah SAW, ketika Idul Fitri tiba beliau selalu mengunjungi rumah para sahabatnya. Begitu pula sebaliknya dengan para sahabatnya. Pada kesempatan ini, Rasulullah SAW dan sahabatnya saling mendoakan kebaikan satu sama lain. Hal ini sama seperti yang dilakukan umat Islam saat ini. Datang ke tempat kerabat, handai tolan dan sanak famili dengan saling mendoakan.

Tantangan Hari Raya Idul Fitri
Ditengah gemburan budaya dan tantangan zaman modern ini, kehidupan manusia cenderung materialistis dan individualis. Orang bersedia berteman jika ada kepentingan kerja atau bisnis. Di kota-kota besar antara tetangga satu dengan tetangga yang lain tidak saling mengenal karena rumah mereka sudah dibatasi oleh pagar dan dinding tembok yang tinggi. Sebagaimana yang diramalkan oleh Alvin Toffler, bahwa zaman modern akan melahirkan manusia-manusia impersonal, manusia yang tercerabut dari nilai-nilai kemanusiaannya. 

Selain itu, pengaruh perkembangan teknologi dan perangkat media sosial juga mereduksi nilai-nilai silaturrahim yang tidak lagi dilakukan dengan face to face atau saling berkunjung dan bersilaturahmi, tetapi cenderung menganggap remeh dan memudahkannya dengan memanfaatkan media sosial yang ada, meskipun terkadang jarak dan waktu yang sebenarnya masih bisa ditempuh untuk saling bertemu dan berjabat tangan.

Padahal Nabi Muhammad SAW sudah mengajarkan bagaimana pentingnya silaturahmi, sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadist yang artinya “Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu berjabat tangan melainkan keduanya akan diampuni (dosanya) sebelum mereka berpisah". (HR. Daud, Tirmidzi & Ibnu Majah)

Dalam kesempatan hari raya Idul fitri, menuntut setiap umat muslim agar menyambungkan hubungan yang putus, mewujudkan keharmonisan dari sebuah konflik, serta berbuat baik secara berkelanjutan. Karena kesan yang ingin diejawantahkan dari lebaran Idul Fitri adalah lebih dari sekadar saling memaafkan, tetapi mampu menciptakan kondisi di mana persatuan di antara anak bangsa tercipta untuk peneguhan negara. Oleh sebab itu, perayaan Idul Fitri lebih dari sekadar ritus keagamaan, tetapi juga kemanusiaan, kebangsaan, dan tradisi budaya yang positif.

Dihari raya yang suci ini, mari kita merajut kembali dan memaksimalkan bersilaturahmi untuk meminta maaf, memberi maaf dan menjadi seorang pemaaf. Jangan biarkan kedengkian dan kebencian merasuk kembali ke jiwa kita yang telah suci. Mari kita satukan niat tulus ikhlas dalam sanubari, kita hilangkan rasa benci, rasa dengki, rasa iri hati, rasa dendam, rasa sombong dan rasa bangga dengan apa yang kita miliki hari ini.

Mari kita ganti semua itu dengan rasa kasih sayang dan rasa persaudaraan. Dengan hati terbuka, wajah yang berseri-seri serta senyum yang manis kita ulurkan tangan untuk saling bermaaf-maafan. Kita buka lembaran baru yang masih putih, dan kita tutup halaman lama yang mungkin banyak terdapat kotoran dan noda seraya mengucapkan
 تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تَقَبَّلْ ياَ كَرِيْمُ وَجَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ الْعَاءِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ وَالْمَقْبُوْلِيْنَ كُلُّ عاَمٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْر

Selamat Hari Raya Idul Fitri
Mohon Maaf Lahir dan Batin.

Semoga Allah SWT selalu memberikan pertolongannya kepada kita semua dan menganugerahkan kepada kita kemampuan dan kekuatan untuk menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Serta mudah-mudahan kita diberikan panjang umur dan dipertemukan kembali dengan Ramadhan pada tahun yang akan datang.
Aamiin