Iklan Hukum

Rumah Hukum

Dekati Pengguna Narkoba Sebagai Korban Yang Harus Direhabilitasi Dan Bukan Pelaku Krimal

masrofiq.com
06/02/22


Setiap penyalahguna narkoba adalah orang yang berpotensi sakit adiksi ketergantuangan narkotika dan gangguan mental kejiwaan sehingga berhak mendapatkan upaya rehabilitasi karena setiap penyalahgunaan narkotika berhak sembuh dan membangun kehidupannya kembali. Oleh karena itu, pengguna narkoba atau penyalahgunaan narkotika adalah korban yang harus direhabilitasi.


Dalam menangani kasus penyalahgunaan narkotika tak jarang berselisih paham dengan aparat penegak hukum lainnya dalam hal kebijakan hukum terhadap para pecandu dan penyalah guna narkoba, dimana para korban penyalahgunaan narkotika tersebut sering diperlakukan sebagai pelaku kriminal (criminals) atau penjahat yang harus dipenjarakan dan tidak diberlakukan sebagaimana korban yang harus mendapatkan perawatan pemulihan atau rehabilitasi.


Hal ini memang sering terjadi, tetapi para aparat penegak hukum lainnya juga tidak salah karena memang mereka sangat positivis dan resisten dengan alasan hukum harus ditegakkan. Pendapat tersebut sah-sah saja jika dikaji dan ditinjau dari kacamata legal positivistik (hukum positif) sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang, dimana penyalahgunaan narkoba disebut sebagai pelaku kriminal yang harus dipenjarakan karena dianggap telah melakukan tindak pidana. Pandangan lain juga menyebutkan jika hukum dilihat dari segi kemanfaatan dan keadilannya mengatakan bahwa penyalahguna atau korban penyalahgunaan narkotika adalah korban dan bukan pelaku kriminal atau penjahat yang harus dipenjarakan, sehingga harus diobati supaya sembuh.


Membangun Kesamaan Persepsi Penegak Hukum

Dalam kenyataanya dalam penerapan aturan hukum korban penyalah guna narkotika juga terdapat perbedaan istilah sehingga menimbulkan dampak dan implikasi yang berbeda, sehingga ada ketidak konsistenan dalam hal memperlakukan seseorang yang menggunakan narkotika sebagai korban penyalah guna narkotika bagi diri sendiri. Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun  2009 tentang Narkotika juga telah disebutkan tentang beberapa istilah yang memiliki esensi yang sama dengan pengguna narkotika itu sendiri, antara lain pecandu narkotika, penyalah guna, korban penyalahgunaan, mantan pecandu narkotika dan pasien.


Melihat fenomena penyebaran narkotika maupun korban penyalahgunaan narkotika yang semakin hari semakin banyak, sehingga sudah saatnya aparat penegak hukum harus menyamakan persepsi dan pandangan dalam menyikapi fenomena tersebut. Kesamaan yang dimaksud adalah adanya kesamaan pandang dan persepsi para penegak hukum sebagaimana kesepakatan bersama yang dituangkan dalam Peraturan Bersama antara Ketua Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, Jaksa Agung, Kepala Kepolisan dan Kepala BNN Nomor: 01/PB/MA/III/2014 tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika kedalam Lembaga Rehabilitasi. Dimana inti dari peraturan bersama tersebut adalah pecandu narkotika, penyalahguna narkotika dan korban penyalahguna narkotika haruslah diberikan pengobatan, perawatan dan pemulihan pada lembaga rehabiltasi medis atau lembaga rehabilitasi sosial. Disini terlihat jelas bahwa pengguna narkotika tidak lagi bermuara pada sanksi pidana penjara melainkan bermuara di tempat rehabilitasi.


Jaminan Rehabilitasi Korban Penyalahgunaan Narkotika

Pada prinsipnya korban penyalahgunaan narkotika mendapatkan jaminan rehabilitasi medis dan juga rehabilitasi sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 4 butir (d) dan juga Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang menyebutkan bahwa “Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”. Selain itu, dalam ketentuan pidana juga telah diatur sanksi pidana bagi orang yang menggunakan narkotika sebagaimana diatur dalam Pasal 127.


Namun karena sistem peradilan pidana Indonesia menganut asas legalitas, maka dalam praktek pada umumnya semua kasus narkotika termasuk pemakai narkotika untuk diri sendiri yang bukan pengedar biasanya juga selalu diproses secara hukum sesuai dengan norma hukum sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-undang Narkotika yaitu dengan ancaman sanksi pidana penjara. Sehingga korban penyalahguna narkotika bagi diri sendiri dan bukan termasuk pengedar dimana pada dasarnya sebagai korban yang mestinya direhabilitasi menjadi harus menjalani pidana penjara.


Bukan hanya sebatas itu saja pengguna narkotika yang bukan pengedar ketika dihadapkan didepan persidangan akan didakwa dengan pasal lain yang saling tumpang tindih. Logikanya pengguna yang mendapatkan narkotika secara melawan hukum, maka sudah barang tentu terdapat juga beberapa perbuatan yang dilakukan pengguna tersebut sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 111 dan atau Pasal 112 atau bahkan Pasal 114 yang memiliki unsur membeli, menguasai, menyimpan, atau memiliki yang akhirnya dipergunakan sendiri.


Inilah yang banyak terjadi dilapangan, perbedaan pendapat dengan aparat penegak hukum lainnya, hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi di banyak negara, pihak yang paling menentang program rehabilitasi juga dari aparat penegak hukumnya. Sebab itu, perlu mengubah paradigma untuk mendekati para korban pengguna narkotika tersebut selain dari kacamata pidana. Disisi lain dari perbedaan pendapat tersebut terkadang pihak penegak hukum sendiri yang menginginkan para penyalah guna narkoba itu dijerat hukum seberat-beratnya agar jera dari perbuatan terlarang ini.


Memang sangat ironis sekali ketika melihat para korban penyalahguna narkoba, pasti akan mendapatkan jeratan hukum yang tinggi dan tak jarang mereka para korban yang mendapatkan rehabilitasi. Karena memang pola pikir terhadap korban adalah kriminalitas dan harus dijerat hukum agar mereka jera. Iya kalau penyalahguna narkoba adalah pengedar kelas kakap itu wajar, kalau mereka hanya pemakai biasa pastinya juga harus mendapatkan pelayanan yang sesuai agar mereka bisa hidup lebih baik lagi dan kembali sehat.


Seharusnya kita semua para stakeholder dan penegak hukum baik polisi, jaksa penuntut umum, BNN maupun hakim harus merubah paradigma bahwa pengguna narkotika adalah sebagai orang yang sakit sekaligus sebagai korban dari suatu tindak pidana dan bukan pelaku kriminal yang seharusnya kita perhatikan betul-betul dengan memberikan support hidup dan pelayanan yang layak dalam rehabilitasi, sehingga fokus penegak hukum kedepan adalah menangkap pengedar yang merupakan pelaku kejahatan narkotika yang sebenarnya.


Penanggulangan Pengguna Narkotika

Dalam rangka menekan korban penyalahgunaan narkotika di Indonesia, maka penegak hukum harus bertindak melakukan misi penanggulangan masalah penyalahgunaan narkotika dengan pendekatan kesehatan dengan melakukan penegakan hukum yang bersifat rehabilitatif, dimana penegakan hukum dengan mengutamakan upaya rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika baik korban penyalahgunaan narkotika maupun pecandu narkotika.


Penanggulangan masalah narkotika sudah selayaknya menggunakan prinsip mencegah lebih baik dari pada mengobati dan merehabilitasi lebih baik dari pada memenjarakan. Sedangkan terhadap para pengedar menggunakan prinsip memberantas sampai keakar akarnya dengan memutus jaringan peredarannya melalui penelusuran aset para pengedar atau bandar narkotika.


Selain itu, dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika juga harus melibatkan seluruh komponen masyarakat baik fungsi penegak hukum, fungsi pencegahan dan fungsi rehabilitasi untuk secara bersama sama melakukan upaya pencegahan dan rehabilitasi terhadap penyalah guna narkotika sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing.