Iklan Hukum

Rumah Hukum

Melihat Perekonomian Pasca Kemerdekaan Hingga Terjadinya Krisis Moneter

masrofiq.com
18/08/19


masrofiq.com - Diawal kemerdekaan Indonesia, semasa pemerintahan Presiden pertama Soekarno dalam kehidupan perekonomian nasional belumlah menampakkan kemajuan yang baik, dalam arti memberikan kesejahteraan bagi masyarakat luas. Titik berat penyelenggaraan negara diawal kemerdekaan samapai dengan dua dasa warsa memang diarahkan pada “nation and character building”.

Konflik-konflik eksternal dengan Belanda yang masih ingin kembali menjajah, serta konflik-konflik internal, terutama daerah-daerah dan golongan yang tidak puas terhadap pemerintah pusat, menyebabkan kebijakan mensejahterakan rakyat menjadi prioritas kedua.

Kita ketahui kebijaksanaan keluar dari PBB membuat bantuan-bantuan perekonomian luar negeri untuk membangun bangsa ini menjadi tidak berjalan. Rakyat berada dalam kondisi perekonomian yang sangat memprihatinkan. Semuanya ini masih ditambah dengan keinginan politik konfrontasi yang membawa bangsa Indonesia kepada posisi yang sangat tidak kondusif dimata dunia Internasional. Kondisi ini semakin diperparah dengan ambisi politik Partai Komunis waktu itu untuk mengambil kekuasaan.

Beranjak dari situasi inilah, awal masa pemerintahan orde baru menitik beratkan pada masalah ekonomi dan politik untuk dibenahi secara paralel.

Kehidupan perekonomian nasional pada masa orde baru telah berubah drastis konstruktif dan positif. Konsepsi trilogi pembangunan yang diberlakukan secara nasional tersebut menyajikan bagaimana angka pertumbuhan yang cukup tinggi. Pengurangan jumlah angka pengangguran dan penduduk miskin serta kemajuan tingkat pendapatan hingga naiknya pendapatan perkapita penduduk yang menunjukkan tatanan perekonomian dan kesejahteraan rakyat menjadi semakin meningkat pula.

Tidak dapat dipungkiri, dibalik keberhasilan ekonomi tersebut memunculkan praktek-praktek monopoli birokrasi, kebijakan perbankan yang tidak sehat terutama dalam pengawasan penyaluran kredit, serta belum mampu mewujudkan perekonomian nasional yang dapat menciptakan lapangan kerja yang luas bagi pencari kerja.

Hak-hak monopoli yang diberikan kepada golongan yang dekat dengan kekuasaan dan fasilitas istimewa yang diperoleh dan diberikan oleh pemerintah menyebabkan rentannya kondisi fundamental perekonomian Indonesia.

Mengingat ketika terjadinya krisis moneter negara-negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia pada tahun 1997. Bagaimana lumpuhnya sebuah kegiatan perekonomian yang mengakibatkan semakin banyaknya perusahaan menjadi tutup serta bagaimana meningkatnya jumlah pekerja yang banyak menganggur.

Meskipun fundamental ekonomi Indonesia dimasa lalu dipandang cukup kuat, tetapi dibalik itu mengalami beberapa kelemahan struktural seperti peraturan perdagangan domestik yang kaku dan berlarut-larut, monopoli impor yang menyebabkan kegiatan ekonomi tidak efisien dan kompetitif.

Apabila kita cermati bersama, perilaku dan tatanan ekonomi cenderung tidak mengindahkan tatanan kehidupan yang mengacu pada pasal 33 UUD 1945 yang menyebutkan perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi, dan memberi kontribusi yang cukup besar terhadap terjadinya krisis ekonomi di negara ini.

Komitmen nasionalisme dan tatanan perekonomian yang demokratis bagi pengusaha nasional yang dibesarkan dan dekat dengan penguasa orde baru diharapkan menjadi penopang perekonomian nasional, justru sebaliknya menjadi salah satu penyebab dominan terpuruknya perekonomian nasional.

Pada akhirnya terlihat sampai saat ini bahwa pemerintah juga harus berjuang dan berkorban untuk mengatasi akibat dari tindakan miskalkulasi para pengusaha yang dibesarkan pemerintah tersebut.

Pemerintah dalam hal ini juga mempunyai andil cukup besar, terutama pada kebijakan yang seringkali tidak mengindahkan tatanan kehidupan perekonomian bangsa dan negara demokratis. Namun satu hal yang pasti adalah rakyat golongan bawah dan menengah telah ditempatkan pada posisi dan pihak yang ikut memikul beban tersebut tanpa mereka tahu menahu atas kebijakan dan kalkulasi yang keliru itu, hingga memaksakan pemerintah yang notabenya rakyat juga harus turun tangan ikut membatalkan berbagai proyek dan membantu konglomerat atas hutang-hutang luar negeri.

Dari pengalaman yang terjadi tersebut, terbukti bahwa strategi pertumbuhan ekonomi yang menekankan akumulasi modal melalui maksimalisasi keuntungan dan mengesampingkan asas pemerataan hasil pembangunan serta diskriminasi pelaku ekonomi, tidak mampu membangun suatu pondasi yang kuat terhadap perekonomian nasional. Sektor usaha kecil dan menengah yang dulu kurang mendapat perhatian pemerintah, justru disaat krisis mampu memberi daya tahan yang baik terhadap perekonomian kita.

Konglomerasi yang tumbuh dengan fasilitas dan kedekatannya dengan penguasa setelah dilanda krisis moneter menjadi sangat rapuh serta tambah menjadi beban rakyat yang diharuskan membayar hutang kepada pihak luar. Sementara sektor informal yang terpinggirkan oleh tingkah konglomerasi, justru mampu menopang kehidupan ekonomi masyarakat.