Iklan Hukum

Rumah Hukum

Menjaga Kerukunan Umat Beragama Di Tahun Politik

masrofiq.com
02/09/18


MasRofiq.com - Memasuki tahun 2018 bangsa Indonesia akan kembali menghadapi berbagai gejolak politik seiring digelarnya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak. Tak heran jika tahun ini dianggap sebagai tahun politik, karena disaat itu akan dilaksanakan pilkada serentak dan di bulan Agustus nanti sudah dibuka untuk pencalonan presiden dan calon wakil presiden.

Diketahui di tahun politik ini Indonesia akan menggelar Pilkada serentak di 171 daerah yang terdiri dari 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Kemudian di tahun 2019, Indonesia menghadapi gelaran nasional pemilihan legislatif, baik untuk DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dan juga pemilihan presiden dan wakil presiden. Oleh karena itu, keamanan harus menjadi kekuatan utama di tahun politik tersebut. Karena jika keamanan tidak dimanej dengan baik, maka bisa dipastikan pada tahun politik tersebut bisa terjadi gesekan-gesekan yang lebih keras.

Sudah seharusnya kita semua masyarakat Indonesia untuk belajar banyak dari pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta tahun lalu. Seperti diketahui, Pilkada DKI Jakarta berlangsung panas dan menimbulkan gejolak nasional yang sempat mengancam keamanan dan perdamaian Indonesia. Akibat perang politis yang sangat tajam, hingga menyentuh hal-hal yang paling sensitif dalam tubuh bangsa, menjadikan Pilkada DKI Jakarta meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat Indonesia hingga mengancam keutuhan kerukunan umat beragama, suku, dan golongan.

Di tahun 2018 ini merupakan tahun politik yang diprediksi penuh dengan turbulensi politik dan suhu politik yang bisa memanas, karena itu diharapkan situasi politik yang akan memanas tersebut tidak sampai merusak tatanan hidup kerukunan umat beragama di tanah air.

Tahun politik memang selalu ditandai dengan konflik kepentingan, karena inti dari tahun politik adalah perebutan kekuasaan dan kedudukan. Ada yang ingin menjadi wakil rakyat, ada yang ingin menjadi presiden atau Wakil Presiden, ada yang ingin menjadi bupati atau wakil bupati, ada juga yang ingin menjadi gubernur atau wakil gubernur dan sebagainya. Semuanya akan mengumpulkan kekuatan dan akan menggunakan seluruh sumber daya politik dan bahkan ekonomi untuk kepentingan merebut kekuasan tersebut.

Kekuatan sumber daya politik yang mereka kumpulkan dapat berupa dukungan massa, tokoh politik, tokoh agama, tokoh organisasi dan tokoh masyarakat. Semuanya akan saling mengklaim, memanfaatkan hingga dimanfaatkan. Demikian juga sumber daya ekonomi pasti akan ikut dilibatkan, baik itu mahar politik atapun biaya politik untuk keperluan kampanye dan untuk keperluan politik lainnya, dimana semuanya akan bisa saja menguras biaya politik yang banyak.

Tahun politik memang sarat dengan kepentingan yang berupa artikulasi kekuasaan. Dalam situasi tersebut akan memicu munculnya beberapa isu kesenjangan sosial di masyarakat, seperti dikotomi kaya dan miskin, yang berujung pada justifikasi kegagalan pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya. Selain isu kesenjangan tersebut, isu sara juga akan mewarnai gegap gempita perpolitikan tanah air. Dimana akan muncul upaya untuk membenturkan antara satu suku dengan suku yang lain serta pemeluk agama yang satu dengan lainnya. Dari isu kesenjangan sosial, politik dan ekonomi, kemudian dibungkus dengan isu agama atau konflik yang bernuansa agama yang selanjutnya berujung pada isu sara.

Oleh arena itu, sudah seharusnya dibutuhkan kearifan dari semua pihak. Kiranya kita semua tidak menggunakan agama sebagai instrumen untuk menguatkan kepentingan politik tersebut. Dalam situasi seperti ini sangat diperlukan agar masyarakat bisa faham dengan berbagai propaganda politis yang berpotensi menimbulkan perpecahan di masyarakat. Di sinilah arti pentingnya membangun pamahaman antar tokoh agama mengenai kerukunan umat beragama di tahun politik ini.

Dalam kerangka tahun politik inilah seharusnya gerakan kerukunan nasional akan memperoleh momentumnya. Bukan hanya kerukunan umat beragama saja akan tetapi adalah kerukunan nasional. Rukun berbangsa, rukun berbudaya, rukun beretnis, rukun bertata nilai dan rukun dalam semua hal. Melalui kerukunan inilah negara akan damai dan indah, karena kerukunan dan kedamaian adalah keindahan. Tanpa kerukunan tidak akan ada persatuan dan tanpa persatuan tidak akan ada pembangunan.

Bangsa Indonesia yang menganut faham Bhineka Tunggal Ika, dimana berbeda-beda tapi tetap satu jua, merupakan modal kita semua untuk menyadari bagaimana kayanya bangsa Indonesia dengan beragam perbedaan yang dipersatukan dalam satu wadah besar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nilai luhur yang diwariskan para pendahulu bangsa ini, sudah seharusnya dimanfaatkan penduduknya sebagai semangat gotong royong yang harus terus dibudayakan demi menguatkan rasa kebersamaan dan kerukunan.

Semua itu adalah upaya dalam mewujudkan keamanan dan kerukunan umat beragama di tahun politik, dimana dibutuhkan kesadaran masyarakat dan peran pemerintah melalui lembaga-lembaga yang berkompeten untuk terus melakukan sosialisasi penguatan nilai toleransi dan kerukunan antar umat beragama, karena mewujudkan kerukunan umat beragama adalah sama halnya dengan menjaga keamanan, diaman keamanan dan kerukunan adalah kekuatan utama di tahun politik ini.

Sesungguhnya kerukunan itu sama dengan keamanan. Hari ini rukun, besuk belum tentu, bulan ini rukun, bulan depan belum tentu, begitu juga tahun ini rukun, tahun depan belum tentu bisa rukun. Sama halnya dengan keamanan. Hari ini aman besuk belum tentu, bulan ini aman bulan depan belum tentu dan tahun ini aman tahun depan juga belum tentu aman. Maka dari itu, menjaga kerukunan sama halnya dengan menjaga keamanan. Karena keduanya merupakan sesuatu yang dinamis, maka sudah sepantasnya kalau semua di antara kita, komunitas dan masyarakat harus menjaga agar kerukunan tersebut dapat dilaksanakan, karena menjaga keduanya merupakan tanggungjawab seluruh masyarakat. (Fiq)